Dalam kesempatan kunjungan dinas, Soeharto dijadwalkan menuju Pekanbaru, Riau untuk mengadakan temu wicara. Seperti biasa, ia dan rombongan menggunakan pesawat udara kepresidenan. Tapi malang tak dapat ditolak, pesawat tersebut mengalami kerusakan mesin dan terjatuh di suatu kawasan hutan di Sumatera Selatan.
Tapi keajaiban terjadi. Semua penumpang dan awak pesawat tewas, kecuali Soeharto yang hanya luka-luka cukup berat. Keberuntungan agaknya memang selalu lekat dengan kehidupan Soeharto, seperti ketika dahulu ia diselamatkan Jenderal Gatot Soebroto dan Jenderal Ahmad Yani dari kemungkinan di Mahmilubkan oleh Ketua PARAN Jenderal Nasution karena ketahuan menyelundupkan gula dan candu dengan bekerja sama dengan Liem Sioe Liong dan Bob Hasan untuk membangun bisnis sepeda semasa menjabat Pangdam Diponegoro tahun 1960-an.
Seorang petani dan peladang yang saat itu sedang mencari kayu di hutan menemukan Soeharto yang sekarat. Petani yang bernama Dalimin itu lalu segera membawa dan menyelamatkan Soeharto yang sedang merintih kesakitan itu ke pondokannya di pinggir hutan. Petani tersebut tidak mengetahui siapa orang berambut putih agak gemuk yang ditolongnya.
Setiba di pondokan - bersama sang isteri - segera ia dengan segala keterbatasan obat-obatan yang ada mencoba merawat Soeharto. Ia meminta sang isteri untuk merawat korban sementara dirinya akan mencoba ke desa terdekat untuk mencari dokter Puskesmas.
Alkisah tibalah si petani di desa terdekat dan menemui dokter Puskesmas yang ada. Alangkah kagetnya si dokter muda tersebut, karena belum lama melalui RRI, ia mendengar pengumuman resmi Mensesneg Moerdiono tentang jatuhnya dan hilangnya pesawat kepresidenan di kawasan hutan Sumatera Selatan. Berita ditemukannya korban hilangnya pesawat yang kini sedang di rawat di rumah si petani segera menggegerkan seisi desa, dan tidak berapa lama berita itu sudah terdengar hingga ke kecamatan, lalu ke Gubernur yang kemudian meneruskan kabar tersebut via telex ke Jakarta. Segeralah disiapkan evakuasi besar-besaran dengan melibatkan tenaga paramedis terbaik dan pasukan elit dari ibukota.
Singkat cerita, Soeharto berhasil diselamatkan nyawanya. Dan sebagai tanda terimakasih yang tulus, Soeharto pribadi dan keluarga besar menyatakan rasa haru yang mendalam atas sikap kemanusiaan yang ditunjukkan si petani Dalimin dan isterinya, meskipun keluarga petani tersebut tidak mengetahui siapa sesungguhnya yang mereka tolong.
Pemerintahpun, melalui Mensesneg Moerdiono menyatakan rasa hormat dan terimakasih yang besar kepada si petani itu dan secara resmi pemerintah akan memberikan bantuan material, serta mengundang keluarga petani Dalimin ke Jakarta, tepatnya ke Istana Negara untuk suatu jamuan syukuran yang akan mengundang para pembesar pemerintah dan korps diplomatik.
“Pak Dalimin dan isteri menyelamatkan Soeharto. Mereka berjasa untuk Negara dan sebagai rasa terimakasih pemerintah dan rakyat Indonesia, secara resmi pemerintah mengundang keluarga Dalimin untuk menghadiri jamuan makan di Istana Negara. Dan sehari sebelum itu akan ada konferensi pers dengan Pak Dalimin agar saudara-saudara dapat mengetahui kisah sesungguhnya dari kepahlawanan Pak Dalimin,” ujar Moerdiono dalam konferensi persnya di Sekretariat Negara di hadapan wartawan dalam dan luar negeri.
Persiapan protokoler pun dilakukan, bahkan keberangkatan keluarga Dalimin ke Jakarta pun di lakukan dengln persiapan khusus, pesawat khusus, dan pengawalan khusus. Maklum ini adalah peristiwa bersejarah untuk kampanye ke masyarakat tentang warganegara yang baik (good citizen). Setiba di Jakarta, keluarga petani Dalimin ditempatkan di salah satu kamar di Istana Negara.
Tibalah hari di mana, Dalimin dan Isteri akan memberikan konferensi pers yang berdasarkan jadwal dilakukan di salah satu ruang di Istana Negara. Segala persiapan untuk konferensi pers telah dilakukan, dan Moerdiono akan bertindak sebagai moderator. Ratusan wartawan tulis - dalam dan luar negeri - telah bersiap, para wartawan foto telah mengambil posisi masing-masing.
Moerdiono pun segera menuju kamar di mana keluarga Dalimin menginap untuk menjemput mereka menuju ruang konferensi pers. Alangkah kagetnya Moerdiono, ketika ia menjumpai kedua suami isteri itu sedang berpelukan menangis.
“Ada apa gerangan? Bukankah seharusnya mereka bangga atas apa yang telah mereka lakukan. Ah, mungkin itu sebagai ungkapan rasa bangga dan haru mereka,” begitu tanya Moerdiono dalam hati.
“Pak Dalimin ada apa? Berhentilah menangis. Saya paham bagaimana bangganya bapak dan ibu, tapi untuk sementara hentikanlah menangis, mari kita ke ruang konferensi pers, para wartawan telah menunggu,” ujar Moerdiono.
Petani Dalimin tiba-tiba menghentikan tangisnya, ia berbalik ke arah Moerdiono. “Pak Menteri lebih baik batalkan pertemuan dengan wartawan dan pulangkan kami ke Sumatera,” ucapnya.
“Lho kenapa Pak Dalimin,” jawab Moerdiono tak paham.
“Kalau wajah kami ada di koran-koran dan tivi, maka rakyat jadi kenal siapa kami. Kami akan dibunuh rakyat pak Menteri,” kata Dalimin kali ini dengan tangis yang lebih keras seraya memeluk sang isteri tercinta.