Ada cerita yang baru saja bocor dari Setneg. Begitu Setneg menerima telegram bahwa Ramos Horta dan Uskup Agung Belo terpilih untuk menerima Nobel Perdamaian tahun 1996, Moerdiono langsung panik. Benar juga, ia kemudian dipanggil oleh RI-1 dan didamprat habis-habisan, karena dianggap tidak becus melakukan lobby untuk memenangkan Hadiah Nobel bagi Soeharto.
Selidik punya selidik ternyata awal dari prahara ini adalah pada kesalahan seorang staf baru Setneg yang diperintahkan membuat semacam surat usulan ke Panitia Nobel. Karena ia sangat mengagumi Soeharto dan terpesona dengan liputan TV pada saat upacara pemakaman Ibu Negara yang bak prosesi pemakaman keluarga raja itu, ia menyimpulkan bahwa Soeharto adalah bangsawan.
Di application form-nya ditulisnya gelar bangsawan Raden Mas didepan nama beliau, yakni R(aden) M(as) S. Harto yang rupanya salah dibaca oleh Panitia Nobel sebagai singkatan nama Ramos Horta.