Konflik terkait separatisme di Aceh terjadi antara tahun 1976-2005 dan mulai berlangsung secara masif dengan ditetapkannya Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) pada tahun 1989. Laporan Amnesty International (2013) merilis, setidaknya 10.000 hingga 30.000 orang tewas akibat konflik di Aceh, sebagian besar adalah warga sipil. Dalam laporan yang dikeluarkan oleh organisasi yang sama beberapa tahun sebelumnya, tercatat lebih dari 50 orang diadili dan dihukum penjara 13 hingga 20 tahun atas tuduhan subversi.
Sementara catatan Forum Peduli HAM Aceh yang dipublikasikan pada 1999 mencatat korban tewas selama Daerah Operasi Militer (DOM) 1989-1998 mencapai sebanyak 1.321 orang. Sebanyak 1.958 orang hilang dan 3.430 orang mengalami penyiksaan. Ada juga 128 kasus perkosaan dan 597 kasus pembakaran.
Penyelidikan Komnas HAM yang dilakukan pada Juli–Agustus 1998 menyimpulkan bahwa telah terjadi 781 kasus pembunuhan di luar proses hukum, 163 kasus penghilangan paksa, dan 102 kasus pemerkosaan. Kekerasan serupa juga dilakukan oleh para anggota GAM, khususnya kepada mereka yang dituduh menjadi kolaborator atau informan pemerintah Indonesia (dikenal dengan istilah lokal cuak).
Sementara Tim Pencari Fakta untuk kasus kekerasan di Aceh yang dibentuk oleh DPR RI mengeluarkan laporan pada Oktober 1998, yang menyebutkan bahwa selama periode DOM telah terjadi 420 kasus penghilangan paksa dan 320 kasus pembunuhan di luar proses hukum.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh menemukan bahwa pada periode konflik (4 Desember 1976–15 Agustus 2005), aparat keamanan Indonesia telah melakukan pelanggaran HAM sistematis dalam skala yang masif dan secara meluas terhadap masyarakat sipil.
Dari ribuan kesaksian yang terkumpul, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran HAM yang terjadi mencapai titik batas (threshold) yang ditetapkan hukum hak asasi manusia internasional tentang kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Komisi juga menemukan bahwa pertanggungjawaban moral, institusional, maupun pertanggungjawaban individu berada pada aparat keamanan Indonesia yang telah melakukan pembunuhan yang tidak sah dan bertentangan dengan hukum, penghilangan paksa, penyiksaan, dan kekerasan seksual selama periode konflik, dengan
impunitas yang hampir total.
Dari 10.652 kasus pelanggaran HAM yang telah dilaporkan pada KKR Aceh, hanya sebagian kecil yang menyebutkan anggota GAM sebagai pelaku, yaitu, hanya 100 kasus (9 persen) dari 1.143 kasus pembunuhan dan 109 kasus (3 persen) dari total 3.355 kasus penyiksaan. Artinya, hanya sekitar 2 persen dari total hitungan pelanggaran HAM yang dilaporkan pada KKR Aceh yang menyatakan pihak GAM sebagai pelaku.
Lebih lanjut kunjungi tautan berikut:
https://kkr.acehprov.go.id/download
https://www.amnesty.org/en/documents/asa21/001/2013/id/